Menjadi generasi sandwich bukan berarti nggak bisa menikmati hidup. Berikut ini 3 tips yang mungkin bisa diterapkan, agar tetap bahagia sebagai generasi sandwich.
Apa kabar, teman-teman?
Dulu di sebuah tempat
les saya bekerja, ada 2 teman yang menjadi generasi sandwich. Teman yang
pertama, merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Ibunya seorang single parent yang nggak mencari uang.
Jadi abangnya yang merupakan anak pertama, bertanggung jawab atas kuliah adek
bungsunya.
Alhamdulillah, si adek
diterima di sebuah universitas negeri. Sembari kuliah, juga menjadi pengajar freelance di tempat les kami kerja juga.
Jadi lumayan untuk ongkos dan uang saku aja, dia bisa mencukupi sendiri.
Lalu si teman saya ini,
bertugas untuk biaya dapur, listrik, dll. Jadi ketika gajian, dia berikan
semuanya ke ibunya. Lalu setiap harinya, ibunya lah yang ngasih ongkos dan makan
siang. Lalu gimana kalau sesekali dia kepingin hang out, beli baju atau sepatu baru? Dia tunggu ketika bonus
keluar.
Semua dia lakukan
dengan ikhlas, bukan dalam aturan ibunya. “Mumpung masih gadis,” pikir dia.
Kala itu, lowongan CPNS
pun dibuka. Teman saya ini pun mencoba mendaftar. Dia bukan seorang sarjana, cuma
lulusan D3. Pengalaman kerjanya pun juga belum banyak. Tapi takdir Allah, dia
diterima. Bagi kami, inilah hasil dari keikhlasan dia sebagai generasi
sandwich.
Setelah itu dia pun
menikah dengan sesama PNS juga. Beruntunglah suaminya juga setuju, ketika dia
meminta untuk tinggal di rumah ibunya aja. Jadi teman saya ini bisa tetap
ngasih uang untuk ibunya. Sementara dia pun bisa fokus kerja, karena anak
mereka aman di tangan neneknya.
Lalu teman saya yang
kedua. Dia anak pertama dari 5 bersaudara. Ibunya single parent yang bekerja, tapi untuk menutupi keuangan keluarga
masih belum cukup. Jadilah teman saya ini ngasih sebagian gajinya untuk biaya
dapur.
Teman saya sempat
mengeluh, kenapa dia nggak seberuntung teman-teman yang gajinya nggak perlu
harus “dipajakin” ke orang tua.
Beruntunglah salah
seorang teman kerja kami ada umurnya lumayan jauh di atas kami, beliau keibuan,
plus orang yang paham agama. Dinasihatilah teman kami ini, dalam pendekatan
agama.
Sandwich merupakan
makanan dari olahan roti yang diolesi mayones atau saus sambal, kemudian
dalamnya dilapisi selada, daging tipis, timun, tomat, dan keju. Makanan yang cukup
lezat, bukan? Yang menyantapnya pun bisa bahagia.
Lantas gimana dengan
generasi sandwich? Hemm... sebuah kehidupan di mana seorang anak, diminta untuk
bertanggungjawab akan keuangan keuarga. Bahkan ada anak-anak generasi sandwich
yang terpaksa harus menanggung hutang orang tua.
Rasanya, jarang ada
anak-anak yang pingin jadi generasi sandwich, apalagi yang penghasilannya masih
ngepas. Karena memang, menjadi generasi sandwich itu nggak sebahagia ketika menyantap sandwich.
Kalaupun ada
anak-anak yang pingin berbagi sebagian gajinya pada orang tua, tentu atas
keikhlasan dirinya, bukan “dipatok” harus ngasih sekian.
Hemm... menjadi
generasi sandwich memang nggak mudah. Tapi bukan berarti, para generasi
sandwich juga nggak bisa menjalankan passion
yang ada. Berikut ini 3 tips untuk para generasi sandwich, biar tetap hepi...
Buat
Circle Anti Toxic
Gini lohh... Dalam
hidup ini, terkadang ada aja orang nyinyir bertanya, “Lu kerja selama ini, udah
kebeli apa aja?” “Kok baju lu itu-itu terus sih?” “Kok lu susah sih kalo diajak
hang out?” Dan sebagainya.
Nggak dipungkiri, teman
saya generasi sandwich yang kedua itu pun makanya jadi mengeluh, karena circle dia di luaran itu. Beruntunglah
di tempat kerja, kami selalu ngasih support
untuk dia, bahkan diberi nasihat dalam pandangan Islam, bahwa kalau dia
melakukan secara ikhlas, insya Allah balasannya akan lebih besar.
Jadi hiduplah dalam
lingkungan yang paham akan diri kita, bukan lingkungan yang ngajak kita saingan
melulu...
Maksimalkan
Proteksi Bare Minimun
Maaf, ketika untuk
keuangan aja, orang tua meminta bantuan – atau bahkan bertopang pada anak.
Amit-amit, andaikata si anak sakit yang mengharuskan rawat inap atau rawat
jalan, gimana?
Jadi, sebisa mungkin
lakukan proteksi bare minimun untuk
diri sendiri. Salah satunya adalah dengan mempunyai produk asuransi jiwa dan
asuransi kesehatan.
Asuransi Bebas Handal dari FWD Insurance bisa dibeli dengan harga yang cukup terjangkau, yaitu mulai dari Rp. 90 ribu per-bulan. Atau FWD Hospital Protection yang merupakan produk dengan manfaat perawatan di rumah sakit secara privasi, dan dapat digunakan di mana aja di seluruh dunia, serta menyediakan fasilitas cashless.
FWD Insurance dengan pengalamannya memberikan perlindungan selama 30 tahun, menyadari kalau keinginan para generasi muda. Melalui program #FWDUnstoppable30 Lucky Draw juga, FWD Insurance ingin terus mengajak masyarakat, untuk merasakan kegiatan berasuransi yang mudah dipahami, mudah dibeli, serta mudah proses klaimnya.
Dengan penawaran spesial, setiap pembelian salah satu atau lebih dari 12 produk asuransi pilihan dari FWD Insurance, mulai tanggal 10 Juni – 31 Desember 2022, nasabah akan mendapatkan nomor undian untuk kesempatan memenangkan 56 hadiah istimewa, termasuk All New Honda HR-V, Vespa LX, iPhone 13, serta hadiah menarik lainnya yang bernilai jutaan Rupiah. Pengundian dan pengumuman pemenang akan dilaksanakan di Januari 2023 mendatang.
Untuk
keterangan lebih detail, serta syarat dan ketentuan undian berhadiah, para
calon nasabah dan nasabah existing dapat langsung mengunjungi fwd.co.id
atau menghubungi FWD Customer Care di 1500 525.
Pilih
Jalur Karir yang Tepat
Karir yang tepat tentu
bisa bikin kita jadi nyaman bekerja, karena kayak menjalani passion juga kan. Jadi mumpung masih
muda, masih teramat luas untuk memilih karir yang tepat, atau mengembangkan
karir, persiapkan karir yang tepat sedini mungkin.
Karir yang tepat,
bekerja yang maksimal, pelan-pelan juga akan mendukung naiknya income. Jadi generasi sandwich pun bisa
mencukupi kebutuhan dan kesenangan dirinya, termasuk juga menabung dan
berinvestasi.
Oke, ini dia tips dari
saya untuk menjalankan passion
sebagai generasi sandwich. Moga bermanfaat bagi teman-teman ya. Makasih banyak
ya udah mampir...
No comments:
Post a Comment
Hai, temans... Makasih banyak ya udah mampir. Semua komen lewat jalur moderasi dulu ya :D Don't call me "mak" or "bund", coz I'm not emak-emak or bunda-bunda :P