Ketika resep masakannya dieksekusi oleh tim redaksi sebuah tabloid kuliner. Ketika pada akhirnya nitalanaf.com difokuskan ke food blog. Ketika resep masakannya dibuatkan video oleh sebuah brand margarine. Semua berawal dari 3 hobi yang bisa disatukan. Mari ceritakan apa hobimu juga, bersama #BPNRamadan2022
Apa kabar, teman-teman?
Rasanya hampir setiap
orang pada punya hobi. Mulai dari hobi yang bermanfaat, hobi yang mendatangkan
cuan, atau sekedar hobi untuk pelepas lelah dan bersenang-senang. Bahkan hobi
yang merugikan orang lain pun ada, misalnya hobi baperin anak orang, hahahah...
Begitupun dengan saya.
Dari sekian banyak kegiatan yang senang saya lakukan, eh nggak banyak juga
deng. Ada 3 hobi atau kegiatan yang paling saya suka. Saya pun nggak menyangka,
kalau hobi tersebut ternyata bisa disatukan, yang bikin saya jadi kayak
sekarang.
Emang apaan aja sih
hobi lu, Nit?
Ini
dia, 3 hobi yang bisa menjadikan saya sebagai seorang food blogger, dan
membangun food blog yang
menyenangkan:
Memasak
Saya dibesarkan oleh
almarhumah nenek, orang dulu yang punya prinsip kalau perempuan itu harus bisa
masak. Jadilah saya diajarkan satu persatu masakan Padang, karena kami memang
orang Minang.
Sejak SMA, saya udah
bisa masak gulai atau goreng balado. Bahkan tekhnik memasak rendang khas Minang
pun saya bisa. Tapi... bukan ini kegiatan yang saya suka. Saya belajar tekhnik
memasak, hapal bumbunya, dan saya bisa... Itu biar almarhumah nenek enggak
marah.
Memasak yang bukan cuma
sekedar matang, tapi harus enak menurut standar almarhumah nenek, haha...
Sampai akhirnya, tante
saya dulu suka berlangganan majalah dan tabloid wanita. Melihat foto-foto
makanan yang cantik di kolom resep masakan, berubahlah hati saya, dari yang
benci memasak ke... suatu saat nanti, saya bisa membuat masakan yang enak-enak,
kemudian memotretnya.
Impian orang yang
kamera handphone pun belum punya,
hahahah...
Sejak itu saya jadi
rajin belajar memasak. Terutama masakan modern
yang pakai saus dan kecap macam-macam. Kala itu saya malu, yang saya bisa cuma
masakan kampung. Sampai akhirnya saya nonton Masterchef. Di sanalah saya
dengar, kalau masakan tradisional Indonesia itu tingkat kesulitannya tinggi.
Wow, guehh bangga dong
bisa masak yang tingkat kesulitannya tinggi itu, hahahah...
Sampai akhirnya saya
kebeli handphone yang ada kameranya.
Kemudian beli kamera pocket. Mimpi
anak SMA yang pingin memotret masakannya itu pun Allah penuhi, Alhamdulillah...
Saya potret seadanya, kemudian
di-upload ke facebook. Beragam lah
komen orang, mulai dari yang menanyakan resep hingga ke yang menyindir... jadi
orang itu jangan suka pamer foto makanan, hahahah...
Awalnya saya unfriend orang-orang yang nyinyir itu,
walau tetap berteman di keseharian. Tapi lama kelamaan mikir lagi, apa benar jangna-jangan
saya cuma pingin pamer? Kalau memang merasa mau berbagi manfaat, kenapa nggak tulis
sekalian resepnya. Sejak itu saya jadi terbiasa menulis resep masakan.
Eh maaf, kalau
teman-teman memang senang berbagi foto masakan tanpa resep, it’s okay ya... Saya senang kok
lihatnya, hehe...
Sejak punya uang
sendiri juga, saya jadi rajin juga membeli tabloid kuliner. Melihat ada kolom
kontributor, saya pun jadi kepingin mengirimkan resep masakan juga.
Sampai akhirnya,
rasanya ada 3 resep masakan yang saya kirim lewat email. Saya nggak pernah menyangka kalau salah satunya ternyata
terpilih, haha...
Saya dapat uang dan
hadiah apron dari tabloid Saji. Dan
yang paling bikin saya senang... saya mendapati nama saya di kolom kontributor
itu, bersama dengan resep masakan yang saya kirimkan, dan udah dieksekusi oleh
tim redaksi kulinernya.
Foto masakan yang
dibuat oleh tim redaksi, jauh lebih cantik dari yang saya kirim, haha... Jadi
bukan cuma sekedar kirim trus ditayangkan, tapi dimasak ulang oleh tim redaksi.
Kala itu ada yang
komen, “Mba Nita, tulis resepnya juga dong di blog, biar kita bisa baca gratis.”
Saya pun langsung
mikir. Iya juga ya. Kalau tujuannya berbagi manfaat, kenapa nggak saya tulis di
blog aja. Walaupun nggak dapat honor ya nggak apa-apa, toh saya udah punya gaji
kan.
Dan saya pun nggak
pernah menyangka hingga perlahan, satu persatu brands kuliner dan sejenisnya, mengajak bekerja sama. Tulisan yang
awalnya untuk saya gratiskan, jadi duit juga. Tapi pembacanya tetap gratis,
Alhamdulillah...
Tawaran bekerjasama
dengan brands kuliner itu nggak cuma
di blog aja, tapi juga di instagram. Kala itu sebuah brand margarine mengadakan kerjasama untuk membuat masakan.
Kagetlah saya ketika mendapati, masakan yang saya upload di web mereka,
ternyata dibuatkan videonya, haha...
Menulis
Sebelum fokus menulis
blog, saya senang menulis fiksi. Awalnya tentu karena senang membaca novel.
Kala itu, saya menulis potongan demi potongan cerita teenlit, dan meng-upload-nya di notes facebook.. Hingga ceritanya tamat, saya coba kirimkan ke
sebuah penerbit.
Karena no response dalam beberapa bulan,
kemudian saya coba kirimkan ke penerbit lain. Naskah itu pun akhirnya pulang
lagi. Oh ya, ada penerbit yang minta dikirimkan naskah lewat email, adapula yang minta secara print out.
Sempat saya lupa, sampe
akhirnya saya melihat akun penerbit Diva Press. Saya kirim kembali naskah itu
lewat email, kemudian saya lupakan.
Saya udah terbiasa dengan penolakan, haha...
Oh ya, selain nulis
novel solo. Sebelumnya penerbit Gradien mengadakan lomba menulis antologi (1
buku ditulis beramai-ramai). Saya ikutan, trus terpilih, hahah... Ini dapet
apaan ya hadiahnya, saya lupa. Pokoknya buat saya, yang penting nama saya masuk
dalam dunia penerbit dulu.
Pas ke Gramedia
Matraman, saya lihat buku itu. Saya cari nama saya di antara penulis lainnya.
Makin besarlah keinginan saya untuk punya buku sendiri.
Ketika udah agak lupa
dengan naskah teenlit itu, email balasan
pun datang. Naskah saya siap untuk diterbitkan. Kala itu teenlit memang lagi booming.
Saya baca berkali-kali email balasan itu, beneran gue mau punya
novel sendiri, yang dipajang di toko buku? Mau nangis dulu saking girangnya.
Padahal taken contract pun belum,
haha...
Sampai akhirnya saya
bisa melihat novel teenlit pertama saya di Gramedia Matraman. Kemudian menyusul
yang kedua, ketiga, dan keempat. Kalau yang seterusnya ini sih, udah lewat
bimbingan Pak Boss penerbit juga. Jadi perjuangannya ya nggak begitu berdarah-darah
macam yang pertama, haha...
Untuk antologi lainnya,
waktu itu ada penerbit indie Nulis Buku yang mengadakan lomba menulis fiksi
juga bertema wanita. Untuk menyambut Hari Kartini, dan jurinya itu Kak Ika
Natassa. Makanya saya semangat banget ikutan. Trus Alhamdulillah tulisan saya
terpilih barengan penulis hebat lainnya... Ini tulisan pertama saya bertema
chicklit yang diterbitkan.
Lalu chicklit saya yang
kedua itu diterbitkan oleh Majalah More. Saya pernah punya impian, kalau suatu
saat nanti tulisan saya masuk Gramedia Grup. Nah Allah penuhi juga, tapinya
Gramedia Majalah, haha...
Kalau sekarang disuruh
menulis fiksi lagi, rasanya udah nggak sanggup, haha... Karena passion-nya memang udah ke dunia non
fiksi kuliner sih.
Lagipula dalam dunia
blog, ada banyak tekhnik menulis, plus tekhnik SEO yang mesti saya pelajari.
Jadi saya mau fokus di sini dulu...
Memotret Makanan
Ini kembali lagi pada
impian anak SMA yang kepingin bisa memotret masakan, kayak di majalah dan
tabloid yang dia baca...
Sampe akhirnya pas
dapet honor dari teenlit pertama, sebagian uangnya saya belikan kamera pocket.
Saya jadi makin
semangat untuk mengabadikan masakan yang saya buat, kemudian menyimpannya di
dalam blog. Sembari saya belajar, macam mana memotret makanan yang bagus itu.
Makanya saya nelen
ludah aja, kalau tiap kali ada yang menulis, “Food blogger tapi kok foto makanannya buluk kayak gitu.” Atau, “Kalau
foto makanan itu seharusnya yang bikin ngiler, bukan malah yang bikin eneg.”
Saya nggak tau, entah
siapa yang disindir orang itu. Cuma kalau itu memang saya, ya berbesar hatilah
saya katakan... kalau saya masih belajar.
Iya, saya harus banyak
belajar memotret makanan dari teman-teman food
blogger juga. Belajar ambil angle,
ngatur cahaya, hilangin shadow, plating
makanan, hingga properti yang digunakan.
Nggak lupa, ganti
kamera juga ketika rasanya udah nggak memadai lagi, haha... Kamera pertama
diganti karena udah nggak memadai, kamera kedua karena rusak yang udah nggak
bisa diperbaiki lagi, kamera ketiga ini moga sehat-sehat selalu, ya Allah...
Nggak ada duit kalau harus diganti lagi, hahah..
Sebuah hobi bukan
berarti harus dijadikan ladang uang. Saya pun juga nggak pernah menyangka,
kalau ketiga hobi ini bisa dijadikan pekerjaan. Apalagi sekarang merupakan
pekerjaan satu-satunya. Cuma yang terpenting, hobi tentunya yang kita jalani
dengan bahagia.
Memasak kemudian
memotretnya, merupakan healing bagi
saya ketika jenuh dengan segala aktivitas. Kemudian saya menulis resep masakan
dan info kuliner, biar bisa berbagi manfaat dengan teman-teman sesama pecinta
masak juga.
Oke, ini dia ketika
hobi saya yang pada akhirnya menjadi modal untuk membangun food blog ini, dan membuat saya bangga menjadi food blogger yang masih terus belajar hingga hari ini. Moga ada
manfaatnya bagi teman-teman ya. Makasih banyak ya udah mampir...
No comments:
Post a Comment
Hai, temans... Makasih banyak ya udah mampir. Semua komen lewat jalur moderasi dulu ya :D Don't call me "mak" or "bund", coz I'm not emak-emak or bunda-bunda :P