Ini urutan ceritanya ya:
16 April 2017
Apa kabar, teman-teman?
Pagi di hotel Royal
Bukit Bintang. Selesai beres-beres pagi, bersama Mba Piet, saya naik lift menuju lantai bawah ke ruang makan.
Di sini kami sarapan all you can eat
yang nanti bakalan saya post sekalian
review hotel Royal ya. Kalau
anak-anaknya Mba Piet makan bubur di kamar hotel.
Selesai sarapan,
kembali kami ke kamar untuk siap-siap kelayapan selanjutnya. Di hari kedua itu
kami akan menuju Melaka, tepatnya bagi saya dan Mba Piet adalah kembali ke
Melaka.
Kurang lebih jam 9,
supir Bas Persiaran yang akan membawa rombongan kecil Pandra Tour akhirnya
datang. Bas Persiaran yang kami naiki ini adalah sebuah mobil Elf yang memang
khusus untuk rombongan kecil wisata.
Dibanding dari Singapur
dulu, perjalanan dari Kuala Lumpur tentunya lebih dekat. Kurang lebih sekitar 2
jam. Perjalanan menuju Melaka ini melewati jalan yang kanan kirinya berjejer
pohon sawit. Saran saya sih mendingan tidur aja, haha... Selain memang nggak
banyak yang bisa kita lihat, sekalian untuk hemat tenaga juga.
Menuju masuk ke Melaka,
pak supir berhenti dulu di sebuah pom bensin. Ketika mobilnya diisi bensin,
kami juga bisa ke toilet dulu. Toiletnya sih lumayan besar, ada beberapa kamar
mandinya. Sialnya, kami barengan dengan rombongan lain juga, hahahah... Jadi
terpaksa ngantri juga.
Oh ya pas begitu turun
dari mobil kan ada kedai buah, trus nyeletuklah kami, “Wuihh ada
duren...” ketika melihat pasukan duren yang terpejeng rapi paling depan.
“Tak boleh bawa
durian,” samber pak supir.
Hahahah... lah kita kan
cuma ngemeng doang. Eh sapa tau yang kita maksud itu duren idup, ye nggak,
hahah...
Lanjut kami masuk ke
dalam mobil, lalu menjelang keluar dari pom bensin, pak supirnya kembali turun.
Ternyata untuk ngambil beberapa buah dari pepohonan yang cukup langsing.
“Ibu-ibu dan anak-anak
mungkin ada yang belum tau kalau nama Melaka itu diambil dari nama buah. Inilah
buah Melaka itu,” kata pak supir.
Buah Melaka |
Saya dan semua rombongan
kecil Pandra Tour juga baru tau, haha... Buahnya ini berwarna hijau, macam
anggur hijau, dan katanya banyak juga manfaatnya untuk kesehatan. Saya nggak
nyobain sih buahnya karena belum dicuci kan.
Di depan sebuah kedai
menuju bangunan merah, pak supir berhenti lagi untuk beliin kami dodol Melaka
yang dibikinnya pake gula Melaka.
Dodol dan Dodol Durian Melaka |
“Tak boleh menempel
tangan di kursi ya,” kembali pak supir ngingetin, haha...
Dodol yang dibeliin pak
supir ini ada dua macam, dodol gula dan dodol duren. Dodolnya ini nggak gitu
manis jadi enak sih makannya. Sayangnya kami nggak bisa turun ke kedai itu,
jadi saya nggak bisa beliin buat tante deh.
Sebelum muter-muter di
Bangunan Merah Stadthuys, kami makan siang dulu. Pak supir memilihkan kami
sebuah restoran prasmanan self service
di Asam Pedas Selera Kampung. Nanti review-nya
terpisah ya.
Selesai makan siang,
barulah kami menikmati jalan-jalan di sekitar Bangunan Merah, terutama area Gereja yang juga bercat merah.
Kalau sebelumnya saya ke sana bareng Mba Piet dan Mba Ninna pas lagi weekdays, jadi nggak gitu rame. Pas ke
sana yang kedua itu di hari Minggu, ehbujehhh.... ramenya nggak ketulungan.
Di depan Red Church Melaka |
Tapi setidaknya saya
senang bisa kembali lagi ke Melaka ini karena pas ke sini sebelumnya, saya
belum pakai hijab, jadi nggak bisa pamer fotonya, hahahah... Nggak ada yang
berubah dari suasana Gereja Merah ini. Eh ada deh. Sekarang di area taman Gereja udah ada tulisan I
Love Melaka macam I Love KL gitu. Orang-orang pun pada antri berfoto di tulisan
itu.
Ini tulisan saya
tentang Gereja Merah dan foto-fotonya ya: Dari Queen Street ke Malacca Central
Lanjut perjalanan kami
menanjak ke bukit St Paul di tengah hari yang super terik dan saya pun masih
flu berat, hahahah... Beneran sehat dah olah raga naik tangga di tengah hari
bolong, hahah...
Di Bukit St Paul |
St Paul juga nggak ada
yang berubah dari yang saya kunjungi kurang lebih 2 tahun yang lalu. Bedanya
sekarang kami naik tangganya udah di rute yang paling dekat, haha... nggak
kayak dulu yang rutenya melingkar dan lebih ngos-ngosan.
Ini tulisan saya
tentang bukit St Paul dan foto-fotonya ya: Pagi di Bukit St. Paul
Turun dari bukit St
Paul, perjalanan kami selanjutnya adalah menuju Jonker St. Nggak sabar rasanya
mau jajan Durian Layer Cake di sebuah kedai di Jonker St yang dulu kami beli
dan itu enaaakkk banget. Sampe sekarang masih kebayang enaknya, hahahah...
Laluuu... begitu kami
tiba di kedai itu dan Mba Piet nanya ke Mak Cik penjualnya:
“Durian layer cake-nya
mana?” Karena memang di
etalasenya nggak ada satu pun layer cake yang terpajang.
“Tak ade hari ini,”
jawab si Mak Cik penjual.
Huaaaa... hayati sedih,
pemirsahhh... Karena salah satu tujuan pingin main lagi ke Jonker St adalah
durian layer cake itu. Ya tapi inilah hidup, nggak semua harus sesuai isi
kepala, haha...
Ini tulisan saya
tentang Jonker St dan foto-fotonya ya: Jalan Jalan Malam di Jonker Walk
Dari Jonker St lanjut
kami balik ke arah depan lantas ke kiri. Di sana kami istirahat dulu untuk
jajan cendol Melaka yang juga dibuatnya dari gula Melaka. Pas ngelihat Mas
Pandji anaknya Mba Piet beli cendol dengan topping
es krim duren, saya kepinginan tak terkendali, hahahah... Sayangnya saya masih
batuk, terpaksalah cuma bisa ngelihatin doang, haha...
Cendol Melaka ini ada di
beberapa kedai macam kaki lima. Jadi makan cendol ini bisa sekalian ngelihatin
Melaka riverside yang ada perahu
mondar-mandir.
Cendol Melaka |
Untuk kedua kalinya,
pemirsahhh... saya enggak bisa naik perahu di Melaka Riverside, haha... Moga
ada kunjungan ke Melaka selanjutnya dan saya bisa naik perahunya.
Oh ya, selain ada
cendol, di kedai-kedai ini juga ada jus semangka dari semangka asli. Semangka
kecil yang dibolongin trus di-mixer.
Minumnya pakai sedotan. Nggak kebayang segernya dah.
Selesai jajan-jajan
cendol, rombongan kecil Pandra Tour lanjut menuju Masjid Terapung. Ini
lokasinya lumayan jauh dari Gereja Merah.
Masjid Terapung Selat Melaka |
Masjid Terapung ini
memang mengapung di tepian pantai selat Melaka. Akhirnya saya berada di selat
Melaka, di ujung Sumatera, yang menjadi bagian dari lirik lagu tempoe doeloe,
uww yeahhh...
Pantai Selat Melaka ini
anginnya kencang juga. Ada tulisan kalau pengunjung nggak boleh berenang di
sekitar pantai. Saya dan rombongan kecil Pandra Tour berjalan ke sisi kiri
menuju ruang wudhu.
Ada batas untuk kita menitipkan sandal atau sepatu sebelum
menuju ke toilet. Ruang tandas alias toiletnya cukup banyak juga dan pastinya
bersih. Ada para Mak Cik penjaga yang ramah-ramah.
Oh ya, karena ini juga
bagian dari masjid wisata, jadi pas kami ke sana berbarenganlah dengan
rombongan kecil turis Jepang. Masih pada abegeh. Karena masjid merupakan zona
menutup aurat, jadi ciwi-ciwi abegeh ini pada pakai gamis dan jilbab yang
disediakan. Mereka juga kayaknya pada seneng-seneng banget pakai gamis dan jilbab,
haha... sebelum masuk masjid pada OOTD dulu.
Masjid Terapung Selat Melaka |
Kalau untuk masuk
masjidnya banget memang cuma untuk yang sholat aja, jadi rombongan turis ya di
luar area masjid.
Sholat dzuhur sekaligus
wisata Masjid Terapung Selat Melaka pun berakhir. Saatnya kami pulang menuju
Kuala Lumpur. Di tengah perjalanan hujan turun, jadi perjalanan menuju pulang sedikit
macet. Dan Alhamdulillah pas senja kami pun tiba di Hotel Royal Bukit Bintang.
Mba Piet dan saya di Jalan Hang Jebat |
Saya bersama rombongan Pandra Tour. Mba Piet lagi sibuk selfie, haha... Anak-anak pada berhamburan. |
Makasih banyak ya
teman-teman udah mampir. Moga bisa jadi rekomendasi liburan teman-teman ya...
No comments:
Post a Comment
Hai, temans... Makasih banyak ya udah mampir. Semua komen lewat jalur moderasi dulu ya :D Don't call me "mak" or "bund", coz I'm not emak-emak or bunda-bunda :P